Beranda

19 December 2012

Menapak Jejak Birokrasi Pensertifikatan Tanah (bersambung..)

Sudah beberapa bulan ini saya sempatkan waktu di jam-jam kerja untuk mengurus pensertifikatan tanah dan rumah yang saya beli beberapa tahun lalu. Dengan bekal semangat, uang pas-pasan, dan sedikit mengesampingkan "rasa butuh" akan Sertifikat Hak Milik. Dengan mantab saya menapaki birokrasi pelayanan publik pendaftaran tanah. Harapan saya, permohonan sertifikat tanah dan rumah saya akan mulus tanpa halangan berarti.

Bismillah.., paradigma yang saya tanamkan dalam hati adalah setiap instansi pemerintah yang bersentuhan dengan pengurusan hak atas tanah memiliki jiwa pelayanan publik, berintegritas dan tidak "membuat susah apa yang seharusnya mudah". Kalaupun ujung-ujungnya rumah saya tidak bisa disertifikatkan karena alasan "kurang gizi" dalam prosesnya, saya sudah siap.

Mencari informasi di Internet tentang Larasita adalah langkah yang pertama kali saya lakukan. berdasarkan informasi yang saya peroleh di Internet, Larasita bukan pemutihan, tapi program untuk mendekatkan loket permohonan kepada masyarakat yang hendak mengurus persoalan administrasi tanah yang dimilikinya. Biayanya sama dengan program reguler yang dilakukan di kantor pertanahan. Begitu bunyi informasi di internet.

Alhamdulillah, berkas-berkas yang diperlukan hampir lengkap sejak pembelian. Pada jadwal yang telah ditetapkan, Tim Larasita pun berkunjung ke Kelurahan. Kesempatan ini pun tidak saya sia-siakan. Saya ikut mengantri menunggu panggilan setelah menaruh berkas-berkas yang disyaratkan.

ketika giliran tiba, petugas Larasita mengatakan bahwa berkas saya kurang lengkap. Girik itu harus ada aslinya. Sementara girik (letter C) yang saya miliki hanya fotokopi. Lalu, saya tanya. "dimanakah bisa saya peroleh Girik yang asli tersebut, Pak?". "minta saja sama pemilik sebelumnya, atau pemilik induk girik tersebut". Alhasil, saya pulang tanpa mendapat progres sedikit pun.

Setibanya dirumah, saya menghubungi salah satu pejabat kelurahan untuk meminta informasi keberadaan Girik yang saya butuhkan. Namun, bukan informasi yang saya peroleh melainkan tawaran percaloan tanah. "sudah begini saja, saya saja yang urus semuanya, dijamin sertifikat selesai dalam 6 bulan. biayanya Rp. 4 juta", kata pejabat kelurahan tersebut. "saya pikir dulu deh, pak", Jawab saya singkat. Setelah menutup telepon saya pun bergegas berangkat ke kantor meskipun hari sudah siang (pukul 11.30 WIB).

Beberapa hari kemudian saya menghubungi pemilik asal rumah yang saya diami dan meminta apakah masih menyimpan Girik asli atas tanah yang dijual kepada saya. Hasil perbincangan, Pak Haji (pemilik asal) mengatakan bahwa giriknya sudah hilang, namun hal tersebut sudah dilaporkan kepada Kepolisian dan ada surat pernyataan hilang yang ditandatangani oleh Kapolsek. Jika yang diminta hanya fotokopi, beliau pun berkenan memberikan fotokopinya kepada saya. Saya pun kemudian meminta fotokopi tersebut dan pamit.

Ketika jadwal Larasita di Kelurahan tiba, saya kembali mengajukan permohonan. Petugas BPN bilang, "Surat keterangan hilang-nya ada yang aslinya, ga? kalo tidak ada aslinya, tidak bisa diproses". Saya pun menjawab, "Saya ga punya pak. Tapi kalau pemilik aslinya, saya tidak tahu. kalaupun ada, itu kan untuk keperluannya beliau sewaktu-waktu ingin mensertifikatkan tanahnya. Lalu, kalo saya mau mengajukan pensertifikatan tanah bagaimana pak? Apa harus buat surat hilang juga? kan saya tidak kehilangan apapun". "Kalo gitu, coba ke Polisi, minta legalisir suratnya", jawab petugas BPN.

Saya pun ke Polres Jakarta Selatan ke Unit Harta Benda. "Mana bisa surat kehilangan dilegalisir, belum pernah ada hal seperti ini. Memang ini untuk apa? tanya Bintara Polisi yang saya temui. "untuk syarat pensertifikatan tanah di BPN" jawab saya. Ketika Kanit-nya lewat, sang Bintara Polisi bertanya, "Mohon ijin Ndan, bapak ini minta legalisir surat kehilangan. Bisa tidak?". Orang yang dipanggil "Ndan" tersebut menjawab, "mana bisa, belum pernah ada hal seperti itu" sambil berlalu meninggalkan sang bintara polisi. Setelah itu saya pun pamit meninggalkan Polres menunju Kelurahan untuk menemui petugas BPN.

Di Kelurahan, saya menemui petugas BPN yang meminta saya ke Polisi dan menyampaikan bahwa legalisir surat kehilangan belum pernah terjadi dan tidak biasa dilakukan. Petugas BPN itu pun kemudian mengatakan, "Coba minta yang aslinya kepada pemilik asalnya, kalo tidak ada saya tidak bisa memproses permohonan sertifikat Saudara". Setelah itu saya pun kembali melanjutkan aktifitas saya yakni bekerja di kantor.

Gumam saya, kalo begini saya akan coba mendaftar secara langsung ke kantor BPN. Siapa tahu prosesnya akan lebih mudah.

(bersambung...) (tulisan ini dibuat sekitar bulan Desember 2010)

No comments:

Post a Comment